[Diikutkan dalam lomba cerpen FANGIRL Penerbit Spring]
Ada cowok di
dalam kamarnya.
Cath mendongak
untuk melihat nomor yang tertulis di pintu, lalu menunduk ke surat penempatan
kamar di tangannya.
Pound Hall,
913.
Sudah pasti
ini kamar 913, tapi mungkin bukan Pound Hall—semua asrama di sini terlihat
sama, seperti bangunan perumahan untuk kaum jompo. Mungkin Cath sebaiknya
mencoba menahan ayahnya sebelum ayahnya itu membawa sisa kardus ke atas.
“Kau pasti
Cather,” kata cowok itu, tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya.
“Cath,” kata
Cath, merasakan sentakan rasa gugup di perutnya. Ia mengabaikan tangan cowok
itu. (Lagian, ia memegang kardus, apa yang diharapakan cowok itu darinya?)
Ada yang
salah—pasti ada yang salah. Cath tahu kalau Pound itu asrama campuran.... Apa
memang ada kamar campuran?
Cowok itu
mengambil kardus dari tangan Cath dan meletakkannya di atas tempat tidur yang
kosong. Tempat tidur di sisi lain ruangan sudah dipenuhi dengan pakaian dan
kardus.
“Apa barangmu
masih ada yang di bawah?” tanya cowok itu. “Kami baru saja selesai. Kurasa kami
akan pergi makan burger sekarang; kau mau burger? Apa kau sudah pernah ke
Pear’s? Burgernya seukuran kepalanmu.” Cowok itu mengangkat lengan Cath. Cath
menelan ludah. “Kepalkan tanganmu,” kata cowok itu.
Cath
melakukannya.
“Lebih besar
dari kepalanmu,” kata cowok itu, melepaskan tangan Cath dan mengangkat tas
punggung yang Cath letakkan di luar pintu. “Apa kardusmu masih ada lagi? Pasti
masih ada lagi. Apa kau lapar?” Lalu ia mengulurkan tangannya.
“Ngomong-ngomong, namaku Levi.”
***
Setelah selesai
menata semua barang-barangnya satu hal yang ingin dilakukan Cath adalah
menghidupkan laptopnya dan sesegera mungkin mulai menulis fanfiksinya. Pasti
sudah banyak fans yang menunggu tulisan terbarunya. Bagi Cath, fanfiksi itu
seperti hidupnya sendiri. Dia sempat bertengkar dengan Wren—saudari
kembarnya—saat dia menyuruh Cath untuk lebih bersosialisasi ketimbang menulis
fanfiksi. Cath mulai mengambil laptopnya, dia urung menghidupkannya. Pikirannya
hanya tertuju pada cowok itu, cowok misterius yang muncul tiba-tiba di hari
pertamanya di asrama.
Seandainya
Wren mau jadi teman sekamarku, pasti nggak akan ada hal kayak gini, pikir
Cath dalam hati.
Cath
mengedikkan bahunya, dia mendesah pelan, “Apakah ini pertanda kehidupanku akan
berubah? Apakah ada yang lebih mengasyikkan daripada seri Simon Snow dan tentu saja menulis fanfiksinya?” tanya Cath pada
dirinya sendiri.
Jari-jari Cath
mulai menari dia atas keyboard
laptopnya. Aksinya sebagai Magicath telah dimulai. Dengan lihai semua kata
dirangkainya. Ada kepuasan tersendiri saat tulisannya diapresiasi oleh fansnya.
Cath mencoba untuk melupakan sosok cowok tadi dan berkosentrasi dengan apa yang
ada di depannya. Imajinasinya mulai terangkai di layar laptopnya.
“Selesai
juga!” teriak Cath setelah mengunggah tulisannya ke internet. Untung tak ada
orang yang melihatnya sedang berteriak lega, orang yang melihatnya pasti akan
berpikir kalau dia gila. Kelelahan yang menumpuk kini membuat perut Cath
memberontak. Cath mencari sesuatu di antara barang-barangnya, berharap menemukan
sesuatu yang bisa dimakan. Namun, sayang Cath tak menemukan apa yang dicarinya.
Pear’s. Kata
itu melintas di dalam benak Cath. Cath kemudian memutuskan untuk menuju tempat
itu karena rasa lapar yang tak tertahankan lagi. Tapi di mana dia bisa menemukan
tempat itu? Cath baru menyadari bahwa dia belum tahu banyak tentang tempat ini.
Dia masih asing. Bayangan burger yang sebesar kepalan tangan itu memenuhi otaknya.
Dia berpikir dengan cepat. Catha pun memutuskan untuk mencarinya dan selama
masih punya mulut, dia bisa bertanya pada orang-orang yang lewat.
“Seandainya
tadi aku ikut cowok itu, pasti nggak akan kebingungan seperti ini,” keluh Cath
setelah berkeliling tapi belum juga menemukan tempat itu. Pada kenyataanya Cath
pun tak menggunakan mulutnya untuk bertanya, dia terlalu malu untuk bertanya,
entah apa yang ada dibenaknya hingga terjadi hal seperti itu.
“Hai!!!”
Terdengar sebuah suara dari belakang Cath. Cath belum mendengar sapaan itu. Si
pemilik suara pun akhirnya menepuk punggung Cath. Cath baru sadar dari
lamunannya.
“Siapa?” tanya
Cath malas tanpa melihat siapa yang melakukannya.
“Coba tengok
saja!” kata suara itu dengan nada ceria.
Cath menoleh,
dan hampir memekik, “Levi???”
“Kau lapar?”
tanya Levi sambil menganggsurkan sebuah bungkusan padanya.
Cath membisu.
Ketemu dia lagi, apa yang akan terjadi ini?
pikir Cath.
“Dasar, cewek
aneh! Diajak ngomong malah diam saja,” gumam Levi.
“Apa ini?”
tanya Cath berbasa-basi.
“Nah, ngomong
dong. Itu burger yang tadi aku omongin ke kamu,” jelas Levi dengan senyum
merekah di wajahnya.
“Makasih.”
Semburat merah terbit di wajah Cath.
Ini bukan fiksi kan? Ini nyata? tanya
Cath dalam hati.
Baru kali ini
Cath menemukan cowok seperti itu—tepatnya pertama kalinya bagi Cath. Cath tidak
mimpi apapun semalam, semuanya terjadi begitu saja.
“Aku pergi
dulu,” pamit Levi sambil mendekatkan bungkusan itu ke tangan Cath.
Cath
menerimanya, kulitnya bersentuhan dengan kulit Levi. Seketika saja perasaan
aneh menjalar.
Levi
tersenyum, senyum penuh arti.
***
Dari penulis best-seller Eleanor and Park
Penulis: Rainbow Rowel
Terbit: November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.