>

Senin, 27 Oktober 2014

Unwanted Meeting

[Diikutkan dalam  lomba cerpen FANGIRL Penerbit Spring]

Ada cowok di dalam kamarnya.
Cath mendongak untuk melihat nomor yang tertulis di pintu, lalu menunduk ke surat penempatan kamar di tangannya.

Pound Hall, 913.

Sudah pasti ini kamar 913, tapi mungkin bukan Pound Hall—semua asrama di sini terlihat sama, seperti bangunan perumahan untuk kaum jompo. Mungkin Cath sebaiknya mencoba menahan ayahnya sebelum ayahnya itu membawa sisa kardus ke atas.

“Kau pasti Cather,” kata cowok itu, tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya.
“Cath,” kata Cath, merasakan sentakan rasa gugup di perutnya. Ia mengabaikan tangan cowok itu. (Lagian, ia memegang kardus, apa yang diharapakan cowok itu darinya?)

Ada yang salah—pasti ada yang salah. Cath tahu kalau Pound itu asrama campuran.... Apa memang ada kamar campuran?

Cowok itu mengambil kardus dari tangan Cath dan meletakkannya di atas tempat tidur yang kosong. Tempat tidur di sisi lain ruangan sudah dipenuhi dengan pakaian dan kardus.

“Apa barangmu masih ada yang di bawah?” tanya cowok itu. “Kami baru saja selesai. Kurasa kami akan pergi makan burger sekarang; kau mau burger? Apa kau sudah pernah ke Pear’s? Burgernya seukuran kepalanmu.” Cowok itu mengangkat lengan Cath. Cath menelan ludah. “Kepalkan tanganmu,” kata cowok itu.

Cath melakukannya.
“Lebih besar dari kepalanmu,” kata cowok itu, melepaskan tangan Cath dan mengangkat tas punggung yang Cath letakkan di luar pintu. “Apa kardusmu masih ada lagi? Pasti masih ada lagi. Apa kau lapar?” Lalu ia mengulurkan tangannya. “Ngomong-ngomong, namaku Levi.”

***
Setelah selesai menata semua barang-barangnya satu hal yang ingin dilakukan Cath adalah menghidupkan laptopnya dan sesegera mungkin mulai menulis fanfiksinya. Pasti sudah banyak fans yang menunggu tulisan terbarunya. Bagi Cath, fanfiksi itu seperti hidupnya sendiri. Dia sempat bertengkar dengan Wren—saudari kembarnya—saat dia menyuruh Cath untuk lebih bersosialisasi ketimbang menulis fanfiksi. Cath mulai mengambil laptopnya, dia urung menghidupkannya. Pikirannya hanya tertuju pada cowok itu, cowok misterius yang muncul tiba-tiba di hari pertamanya di asrama.

Seandainya Wren mau jadi teman sekamarku, pasti nggak akan ada hal kayak gini, pikir Cath dalam hati.

Cath mengedikkan bahunya, dia mendesah pelan, “Apakah ini pertanda kehidupanku akan berubah? Apakah ada yang lebih mengasyikkan daripada seri Simon Snow dan tentu saja menulis fanfiksinya?” tanya Cath pada dirinya sendiri.

Jari-jari Cath mulai menari dia atas keyboard laptopnya. Aksinya sebagai Magicath telah dimulai. Dengan lihai semua kata dirangkainya. Ada kepuasan tersendiri saat tulisannya diapresiasi oleh fansnya. Cath mencoba untuk melupakan sosok cowok tadi dan berkosentrasi dengan apa yang ada di depannya. Imajinasinya mulai terangkai di layar laptopnya.

“Selesai juga!” teriak Cath setelah mengunggah tulisannya ke internet. Untung tak ada orang yang melihatnya sedang berteriak lega, orang yang melihatnya pasti akan berpikir kalau dia gila. Kelelahan yang menumpuk kini membuat perut Cath memberontak. Cath mencari sesuatu di antara barang-barangnya, berharap menemukan sesuatu yang bisa dimakan. Namun, sayang Cath tak menemukan apa yang dicarinya.

Pear’s. Kata itu melintas di dalam benak Cath. Cath kemudian memutuskan untuk menuju tempat itu karena rasa lapar yang tak tertahankan lagi. Tapi di mana dia bisa menemukan tempat itu? Cath baru menyadari bahwa dia belum tahu banyak tentang tempat ini. Dia masih asing. Bayangan burger yang sebesar kepalan tangan itu memenuhi otaknya. Dia berpikir dengan cepat. Catha pun memutuskan untuk mencarinya dan selama masih punya mulut, dia bisa bertanya pada orang-orang yang lewat.

“Seandainya tadi aku ikut cowok itu, pasti nggak akan kebingungan seperti ini,” keluh Cath setelah berkeliling tapi belum juga menemukan tempat itu. Pada kenyataanya Cath pun tak menggunakan mulutnya untuk bertanya, dia terlalu malu untuk bertanya, entah apa yang ada dibenaknya hingga terjadi hal seperti itu.

“Hai!!!” Terdengar sebuah suara dari belakang Cath. Cath belum mendengar sapaan itu. Si pemilik suara pun akhirnya menepuk punggung Cath. Cath baru sadar dari lamunannya.
“Siapa?” tanya Cath malas tanpa melihat siapa yang melakukannya.
“Coba tengok saja!” kata suara itu dengan nada ceria.
Cath menoleh, dan hampir memekik, “Levi???”
“Kau lapar?” tanya Levi sambil menganggsurkan sebuah bungkusan padanya.
Cath membisu.
Ketemu dia lagi, apa yang akan terjadi ini? pikir Cath.
“Dasar, cewek aneh! Diajak ngomong malah diam saja,” gumam Levi.
“Apa ini?” tanya Cath berbasa-basi.
“Nah, ngomong dong. Itu burger yang tadi aku omongin ke kamu,” jelas Levi dengan senyum merekah di wajahnya.
“Makasih.” Semburat merah terbit di wajah Cath.

Ini bukan fiksi kan? Ini nyata? tanya Cath dalam hati.
Baru kali ini Cath menemukan cowok seperti itu—tepatnya pertama kalinya bagi Cath. Cath tidak mimpi apapun semalam, semuanya terjadi begitu saja.

“Aku pergi dulu,” pamit Levi sambil mendekatkan bungkusan itu ke tangan Cath.
Cath menerimanya, kulitnya bersentuhan dengan kulit Levi. Seketika saja perasaan aneh menjalar.


Levi tersenyum, senyum penuh arti.
***

Dari penulis best-seller Eleanor and Park
Penulis: Rainbow Rowel
Terbit: November 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.