>

Rabu, 02 April 2014

A Joyfull Farewell

“Happiness is not something ready made. It comes from your own actions.” Dalai Lama XIV
Di sinilah aku sekarang, di sebuah tempat yang bahkan aku tak pernah membayangkannya apalagi berpikir untuk mengunjunginya. Di jantung Nusa Dua, bersama dengan pantai yang dikelilingi oleh restoran-restoran elit dan juga hotel berbintang. Hampir saja aku lupa bahwa di sini juga ada shopping centre, spa, theater dan museum. Indah. Itulah yang bisa kukatakan saat melihat pemandangan hijau yang berpadu apik dengan bangunan-bangunan modern. Aku  hampir saja tak bisa berdecak kagum melihat semua ini. Sesuatu yang tak bisa kutemukan di tempat tinggalku. Ya, karena di tempatku hanya ada pantai kotor yang dengan susah payah kucoba untuk membersihkannya serta tanaman mangrove yang kugagas untuk dikonservasi demi menjaga pantaiku, dan juga tempat tinggalku. Tempatku berada sekarang terletak di Bali Tourism Development Centre di Nusa Dua, Bali. Tempat ini bernama The Bay Bali.
“Kau suka di sini?” tanya Michael.
Seketika saja aku terbangun dari lamunanku. Kulihat sosok pria bule berambut pirang itu. Kutatap matanya yang memancarkan kedamaian dari manik birunya.
“Ya, sangat. Aku begitu senang. Terima kasih sudah membagi kebahagianmu bersamaku,” ujarku sambil memegang tangannya yang kuat.
“Tak perlu sungkan. Saya pikir ini adalah hadiah yang pantas untukmu. Untuk seorang aktivis lingkungan yang tanpa lelah berusaha menyelamatkan bumi ini.” Kalimat formal itu meluncur dari bibir Michael yang tipis, terasa sangat sentimental.
“Tak perlu memujiku seperti itu….”
“Tapi, Anna, kau memang pantas mendapatkannya!”
Aku semakin saja tersanjung. Jika aku sebuah es krim, pasti aku akan meleleh dengan cepat, terbakar oleh pujiannya. Michael,  seorang Amerika yang datang ke tempat tinggalku, sebuah desa di tepi pantura Jawa Tengah. Seorang aktivis dan peneliti lingkungan. Sebagai satu-satunya orang di desaku yang mampu berbahasa Inggris dengan baik, mau tidak mau aku pun harus membantunya dalam kesehariannya di desa kami. Selain itu kami juga punya passion yang sama—lingkungan.
“Kau mau berjalan-jalan ke pantai?” ajaknya lembut.
“Tentu,” jawabku sambil menganggukan kepalaku.
Pasir putih nan lembut di pantai resort The Bay Bali ini menyentuh nakal kedua pasang kaki mereka. Sesekali pasir yang basah menyesapkan air laut ke dalam pori-pori mereka. Angin pantai sore hari membawa kedamaian saat menyentuhku.
“Kau mau ikut melepaskan tukik-tukik itu?” tanyanya sambil menunjuk segerombolan orang yang bersiap melepaskan tukik-tukik ke luasnya samudra.
“Tukik???” tanyaku heran.
“Bayi-bayi penyu,” kata Michael lembut.
“Oh, iya. Aku akan sangat senang sekali bisa membantu mereka menemui kebahagiaan di laut sana.”
“Mari, kita ke sana!” Tangannya kini menggandeng tanganku. Kurasakan hangat menjalar di sekujur tubuhku.

Michael mengambil satu ekor bayi penyu, menaruhnya di telapak tangannya. Keempat kakinya bergerak-gerak kecil, seakan berkata aku siap untuk menuju ke sana, ke luasnya samudra. Setelah puas memandangnya Michael pun meletakkan tukik itu ke sebuah wadah kecil dengan air di dalamnya. Anna di sebelahnya hanya memandangnya tanpa berkedip. Entah apa yang melintas dibenaknya, pikirannya terlepas dari raganya menuju luasnya lamunan tanpa batas.
“Kau sudah mengambil seekor?” tanya Michael.
Anna pun sadar setelah mendengar suara Michael. “Belum, sebentar lagi. Mmm… bisakah kau pilihkan yang mana yang akan cocok denganku?”
“Semuanya akan cocok denganmu, tak aka nada yang menggigitmu. Percayalah,” bujuk Michael.
“Aku harap begitu. Kau pasti tahu benar kalau aku punya masalah dengan binatang.”
“Tenanglah, coba lihat mereka. Mereka begitu lucu dan mereka kelihatan sudah tak sabaran untuk berenang di tempat yang lebih luas.”
Dengan ragu, Anna mengambil seekor tukik yang kelihatan lebih besar dari yang lainnya. Tangannya merasa geli saat kulitnya bersentuhan dengan binatang kecil itu. Segera ia meletakkannya ke sebuah wadah.
“Anna, pernahkah kau berpikir kenapa kita harus melepaskan tukik-tukik ini? Yang pada kenyataannya  setelah mereka dilepaskan mereka harus berjuang untuk tetap bisa hidup di luasnya samudra.”
“Pertama karena kita harus membantu setiap makhluk hidup untuk mendapatkan kebahagiaannya. Mereka akan lebih bahagia jika hidup di tempatnya. Benar-benar tempatnya bukan di akuarium atau sejenisnya. Kedua kebahagiaan tidak datang begitu saja mereka harus memperjuangkannya

 Kemudian kami menuju barisan orang yang telah membawa tukik masing-masing dan bersiap melepaskannya. Wajah-wajah ceria penuh senyum dan tawa menghiasi setiap orang di sini. Aku pun sangat antusias.
Kami berjongkok dan melepaskan tukik-tukik itu. Kaki-kaki kecil mereka segera bergerak menuju laut. Ombak pun menyapa mereka seolah berkata selamat datang.
Semoga kalian mendapatkan kebahagiaan kalian di sana, batinku.

***
Malam tak juga menghilangkan pesona tempat ini. Michael mengajakku untuk makan malam bersama. Setelah berdebat sedikit lama, akhirnya kupilih untuk makan di Bumbu Nusantara, sebuah restoran masakan Indonesia. Tentu saja dengan pertimbangan bahwa aku pun pasti tak akan bisa menikmati makanan barat. Michael pun menyetujuinya.

Restoran ini sangat indah dengan dinding kayu dan meja kursi yang terbuat dari kayu juga. Di depannya ada banyak sepeda onthel dan becak. Alangkah indahnya kalau bisa naik sepeda onthel bersama orang yang aku cintai. Kusapukan pandanganku ke setiap titik di restoran ini. Beberapa benda yang difungsikan sebagai pajangan menggelitikku. Ya, sesuatu yang biasanya digunakan untuk berjualan—gerobak jualan—itu dipajang begitu cantiknya. Beberapa tempat untuk mengurung ayam, ayakan padi dan juga sepeda tukang jamu lengkap dengan botol-botol jamunya. Semuanya tertata dengan artistik menambah keindahan tempat ini.

“Anna, menurutmu apa arti bahagia?” tanya Michael seusai menyantap hidangan makan malam kami.
“Bahagia itu sederhana. Tak perlu sesuatu yang mewah. Bersyukur dan berbagi.”
“Dan juga juga kebahagiaan itu tercipta dari  apa yang kita lakukan,” sambung Michael.
Aku hanya tersipu malu. Suasana restoran ini sangat romantis. Banyak pasangan yang memilih makan di tempat ini.
“Anna, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” kata Michael dengan nada serius.
“Apa?” tanyaku dalam hati.
“Aku harus segera pulang ke Amerika. Ada sesuatu yang harus kuurus di sana.”
Aku terkejut mendengar kata-kata Michael. Secepat inikah aku harus meninggalkannya. Sosoknya lambat laun telah mengisi hatiku.
“Tetaplah melakukan hal-hal yang baik. Karena aku yakin itu akan mendatangkan kebahagiaan untukmu.”
Aku hanya menganggukan kepala. Kugenggam tangannya lebih erat dari tadi. Dia pun melakukan hal yang sama.
“Aku akan segera kembali, karena aku takkan bisa lama meninggalkan hatiku di sini.”
I love you, Ann.”
Seulas senyum terbit di wajahku. “I love you too.”

Perpisahan tidak selalu tentang air mata, tapi juga meninggalkan kebahagiaan yang sangat besar di hati Anna dan Michael.

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered.

2 komentar:

  1. bagus... sayang cuma kurang konsisten di sudut pandangnya. Kadang orang ketiga, kadang sudut pandang org pertama... :)

    BalasHapus

Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.