The Clover
MOSESSS!!! teriak Ammy.
Ada apa lagi? Ganggu aja lagi asyik baca, batin Moses sambil menyapukan jemarinya di
layar sentuh ponselnya untuk menutup e-book
yang tengah dibaca.
Seketika itu juga, Moses
bangkit dan menuju ke sumber suara. Dengan langkah gontai Moses berjalan ke
arah Ammy. Dari kejauhan dilihatnya seorang gadis berkaus putih dan memakai
topi lebar sedang melambaikan tangan.
Moses dengan berat
menarik kakinya yang terjebak dalam lumpur, saking terburu-buru untuk menemui
Ammy. Sesekali manik matanya yang coklat menangkap capung berwarna merah dan
kuning beterbangan di atas pematang sawah.
CEPAT!!! pekik Ammy
lagi.
TUNGGUUU!!! balas Moses
dan segera mencabut kakinya tanpa mempedulikan alas kaki yang tertinggal.
“Lama sekali!” tukas Ammy
kesal.
“Ya…. Maaf. Siapa suruh
juga harus menemuimu di tengah persawahan yang jauh dari tempatku menunggu,”
tutur Moses enteng, tak ada rasa bersalah dalam nada bicaranya.
“Sudah kubilang dari
tadi untuk menemaniku tapi kau menolak. Pacar macam apa kau ini? Teganya
membiarkanku sendirian di sini. Coba kalau ada ular yang lewat terus
menggigitku, kau pasti tak akan tahu.”
Moses hanya terdiam,
tangannya mengarah ke wajah Ammy. Mengusapnya lembut dan juga menghilangkan
kotoran yang melekat di pipinya. Ammy sudah sedikit tenang, Moses tahu dengan
usapan itu gadisnya tak akan ngambek lagi.
“Kau menemukan apa?”
tanya Moses membuka pembicaraan.
“Lihat!” kata Ammy
sambil menunjuk ke bawah.
“Kakimu masih dua.
Jari-jarinya masih sepuluh,” gurau Moses.
Seulas senyum terbit di
bibir merah nan tipis yang menambah cantik Ammy. Ammy mengarahkan tangannya ke
perut Moses dan mencubitnya. Moses mengaduh dan tertawa kecil, cubitan itu tak
sakit sama sekali hanya membuatnya geli.
“Lihat dengan teliti
lagi!” perintah Ammy.
Moses menyapukan
pandangannya ke tanah sawah yang gembur dan sedikit basah. Dari sela-sela
batang padi yang menghijau dilihatnya segerombol tanaman kecil yang tumbuh.
Tanaman itu tampak lemah, tapi juga menyimpan pesona karena terkenal dengan
reputasinya yang konon katanya bisa mengabulkan permintaan. Moses menatap semanggi-semanggi itu
lurus-lurus.
Jadi ini yang membuat Ammy teriak-teriak, kata Moses dalam hati.
“Kok diem?” Suara Ammy
menyadarkannya. “Terus gimana, Sayang?”
“Baiklah sudah
diputuskan! Aku akan mencari yang berdaun empat!” dengus Ammy bersemangat.
“Emang kenapa harus yang
berdaun empat?” selidik Moses.
Pertanyaan Moses belum
juga dijawab, Ammy sudah menariknya ke bawah. Moses tidak heran lagi dengan
sifat pacarnya yang tidak sabaran dan sedikit aneh ini. Dengan cekatan
tangan-tangan Ammy menyibak setiap gerombolan semanggi di hadapannya. Wajah
Ammy kini berubah menjadi masam. Moses tak berani bertanya bisa-bisa dia
disemprot, gelagat Ammy menunjukkan ada yang tidak beres. Moses kemudian
melihat dengan saksama gerombolan semanggi itu.
“Pantes, ini penyebabnya
semua semanggi di sini berdaun empat dan Ammy berharap bisa menemukan satu dari
ribuan semanggi berdaun tiga untukku,” kata
Moses samar.
“Sudahlah, Sayang. Kau
lihat semua semanggi ini berdaun empat. Segeralah kau mengucapkan harapanmu.”
Air mata meleleh di pipi
Ammy, kemudian membenamkan wajahnya ke
dada Moses.
*Cerita ini terinspirasi
dari film I Give My First Love to You. Di tulis untuk tantangan #FiksiFilm oleh
@KampusFiksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.