>

Kamis, 13 Februari 2014

11-12-13


Lo udah ngerjain PR Fisika? tanya Anita.
Emang ada PR? jawab Rian.
Dua manusia itu saling menatap. Heran, satu sama lain. Anita terpukul ketika mendengar jawaban Rian. Harapannya pupus untuk bisa menyalin PR-nya Rian.
“Lo gak tahu kalau ada PR?"
Rian menggeleng.
"Okey, nasib sial bagi gue hari ini", tutur Anita pelan.
Trett.... Trett... Trettt….
Siswa-siswi mulai memasuki kelas. Jam pelajaran pertama itu pun siap dimulai. Anita mulai gelisah. Matanya beredar ke seluruh kelas. Tak didapatinya wajah-wajah yang belum mengerjakan PR. Dari ujung matanya dia melirik ke teman sebangkunya. Buku Fisika sudah ada di meja. Rian teman sebangku Anita tampak tenang meski belum mengerjakan PR.
Eh, ntar gimana kalau Pak Mus tahu kita belum ngerjain PR. Dia kan killer banget. Bisa-bisa kita dapat hukuman nih, kata Anita panjang lebar.
Kita??? Lo aja kali, canda Rian.
Bukannya elo bilang belum buat? Dan gak tahu??
Gue udah buat kok, cuma males aja kalau lo salin. Makanya usaha, ngerjain. Jangan ngandelin aku terusss....
Anita tak berdaya mendengar kata-kata pedas Rian. Anita bersiap beranjak dari bangku. Namun terlambat Pak Mus baru saja masuk. Tanpa Anita sadari tangannya telah digenggam oleh Rian.
Ngapain pegang-pegang?
Gue cuma...
Mau mencegah gue keluar?
Rian mengangguk.
Ya, Tuhan kenapa nasib gue selalu sial. Kesialan pertama gue kenapa bisa dapat undian duduk sebelahan sama cowok lebay, pelit dan nyebelin. Kesialan kedua gue, gue belum ngerjain PR Fisika hari ini.
Anita... Anita....., suara Pak Mus memanggilnya.
Rian mengguncangkan tubuh Anita. Menyadarkannya.
Putri Pelamun, lo dipanggil Pak Mus tuh, bisik Rian sambil menunjuk ke arah depan.
Mampus gue!!! Iya, Pak.
Mana PR-mu?
Emmm.... Ng....
Jawab!!! Kenapa cuma menggumam!
Anu Pak... Emmm saya lupa....
Wajah Anita memerah. Terbakar. Selang sedetik kemudian terdengar suara koor kelas, Huuuuu.....
KELUAR!!! teriak Pak Mus.
Dengan sigap Anita menenteng buku Fisikanya, berjalan menuju pintu. Kelas menjadi senyap. Tak ada yang berani bersuara ketika Pak Mus marah. Saat Pak Mus menyuruh siswanya keluar dari kelas ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama beliau meminta mengerjakan di luar. Kemungkinan kedua beliau tidak menghendaki hal tersebut yang berarti tak ada nilai bagi siswa yang dihukum.
Anita menunduk, rambut panjangnya sengaja diacak-acak hingga menutupi wajahnya. Kesan menakutkan dan tertekan menghiasinya. Langkahnya begitu berat. Hingga dia pun menyeret langkahnya.
Sial banget gue!!! Sekarang gue harus gimana? Seorang Anita yang dikenal sebagai ketua OSIS yang cantik dan mempesona dikeluarin dari kelas. Dengan alasan yang gak banget!!! Huffft si Rian juga tega banget gak mau nyontekin gue!!! Kesel.... Kesel!!!” rutuk Anita meratapi nasibnya. Anita masih saja mengacak-acak rambutnya di depan kelas.
Sekolah tampak lengang. Tak ada siswa yang berkeliaran. Diambilnya selembar kertas dari bukunya. Anita kemudian duduk di atas alas kertas sambil menyandarkan kepalanya di tiang depan ruang kelasnya.
***
Gerimis tipis turun membasahi bumi. Anita menatap setiap tetesan hujan. Angin bertiup kencang menyentuh tubuhnya. Dingin.
Pake ini, lo bisa masuk angin ntar”.
Anita melihat sebuah jaket diangsurkan padanya. Matanya tak berniat menatap siapa yang memberinya jaket. Suara itu jelas-jelas dikenalinya.
Lo kenapa pake ikut acara keluar? tanya Anita tanpa menatapnya.
Menemanimu.
Anita seolah mendengar petir sedang menyambar. Dia mencubit tangannya. Sakit. Dia membuka telinganya lebar-lebar. Gak ada petir.
Gak perlu!!! tukas Anita.
Ok. Gue masuk lagi. Lagian gue bisa bilang sama Pak Mus kalau gue udah ngerjain PR. Dan gak usah kedinginan di luar kelas sama cewek galak kayak lo!!!
 Sadar, Nit. Dia rela nemenin lo. Tanya hati kecil lo. Lo juga menginginkannya kan? batin Anita.
Jangan!!!
Sudah kutebak!!!
 Hujan semakin deras. Anita kini sudah memakai jaket yang dipinjamkan Rian. Anita melihat layar ponsel. Desember selalu saja hujan. Menambah syahdu bulan ini. Rian sesekali mencuri pandang ke Anita. Ragu untuk mengajaknya bicara.
“Mana PR lo? Gue mau nyalin”, ucap Anita memecah kesunyian.
Rian memberikan bukunya pada Anita, setelah dia mengambil beberapa lembar kertas.
Lo, cantik kalau lo kayak gitu Nit, batin Rian.
“Buat apa kertas-kertas itu?”
“Liat aja nanti”.
Anita begitu cepat menyalin PR. Begitu selesai diberikannya lagi buku Rian.
“Ternyata kamu baik juga”, celetuk Anita.
“Apa??”
“Gak apa-apa, lupakan saja”.
Dasar ceroboh, bisanya keceplosan gitu, batin Anita.
***
Anita seperti biasa selalu terburu-buru ke sekolah. Sifat cerobohnya tidak hilang-hilang. Dilemparkannya tas sekolah ke atas meja sesampainya di ruangan kelas X-3. Segera ia menemui Karra, siswa yang dikenal sebagai ratu gossip di kelas.
“Kar, kemarin lo buat gossip apaan tentang gue?”
“Gue sih gak buat”.
“Yakin lo?” tanya Anita sambil melototi Karra.
“Sumpah!!! Cuma anak-anak aja yang udah narik kesimpulan sendiri. Dan mereka udah tahu kalau ketua OSIS mereka ternyata pemalas”, kata Karra saat hendak meninggalkan Anita.
“Oke, gue nggak peduli, lagipula gue udah bosen harus jaga image sebagai anak baik-baik. Gue cuma pengen jadi kayak mereka bisa menjadi diri sendiri”, gumam Anita.
Anita pun meninggalkan Karra. Saat Anita beranjak menuju depan, Rian mencegatnya. Kontan saja Anita kaget. Anita berharap-harap cemas dalam hati agar tak ada hal aneh yang terjadi.
“Nit, ikut gue yuk”, ajak Rian.
“Ke mana?”
“Ada, pokoknya lo harus ikut gue!!” paksa Rian.
“Oke, gue setuju, lagian gue bete banget hari ini”.
“Ambil tas lo!”
“Tas??? Buat apa???”
“Ambil aja, lo akan tahu sendiri ntar”.
***
Angin  bertiup dengan kencang membawa hawa yang kering. Bau laut menguar di udara. Anita dan Rian berjalan di pasir pantai yang basah. Mereka berdua menatap biru laut dan langit yang dihiasi putihnya awan yang bertebaran di luasnya cakrawala.
Well, lumayan buat ngelupain masalah di sekolah, thanks anyway”, ucap Anita.
“Sama-sama. Nit, lo gak apa-apa kan  bolos?”
“Sesekali gak apa-apalah, lagian juga gue butuh refreshing juga neh”.
“Sori buat yang kemarin. Gue terpaksa boong”.
“Dasar kurang ajar lo!!!” Anita menyipratkan air laut ke tubuh Rian dan mengenai seragam putih abu-abunya.
“Tapi gue udah tebus kesalahan gue. Begitu gue tahu kalau akan hujan gue langsung nyusulin elo dan boong ke Pak Mus”.
Anita bingung tak tahu maksud dari pembicaraan ini. Rian masih saja berdiri di depannya. Suasana hening seketika.
“Nit, lo tahu hari apa ini?”
“Hari Rabu. Bukan hari ulang tahun gue juga”.
“Siapa yang tanya hari ulang tahunmu dodol!”
“Eh lo kok malah nyebelin Yan!”
“Becanda Nit, coba inget-inget deh Nit”.
Anita melihat layar ponselnya. Tertulis tanggal 11 Desember 2013. Pikiran anehnya mulai terangsang dan membayangkan hal-hal negatif.
“ 11 Desember 2013. 11-12-13 angka cantik. Tunggu-tunggu gue harus waspada jangan-jangan gue bakalan dapet kesialan ketiga,” pikir Anita.
“Gue udah tahu, dan gue harap gak ada yang aneh pada hari ini”.
“Non, hari ini tuh tanggal cantik. Tapi nggak secantik lo sih”.
“Mulai nyebelin lagi!!”
“Nit, gue mau ngomong serius ma elo”.
“Okee, gue dengerin tapi awas kalau lo ngehina gue lagi”.
“Gak Nit”.
“Lanjutkan!”
“Nit, gue sayang ma elo. Maksud gue, gue cinta banget ma elo. Elo mau gak jadi cewek gue?”
Anita bengong gak tahu harus ngomong apa ke Rian. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Pipinya memerah, tersipu. Rasanya campur aduk. Bukan kesialan yang menimpanya melainkan kebahagian ditembak oleh cowok se-cool dan secakep Rian.
Anita mengangguk. Mengiyakan. Sebuah pelukan hangat mendarat di tubuh Anita. Rian mengeluarkan dua buah perahu mainan yang terbuat dari kertas yang dibuatnya tempo hari dan memberikannya satu ke Anita. Mereka kemudian menaruh perahu-perahu ke air yang segera terbawa ombak menuju lautan lepas.
“Perahu itu akan menyusuri lautan, seperti kita yang akan menyusuri kehidupan kita di masa yang akan datang”, bisik Rian ke Anita.
“Gue juga berhara kelak suatu hari nanti, lo akan menjadi nahkoda yang akan membawa perahu cinta kita”, tutur Anita yakin.
“Gue janji, gue akan menjadi yang terbaik buat lo, Nit.”
“Apaan sih, gak usah serius banget kali. Kita jalani saja yang ada. Karena kalau kita berjodoh semuanya akan berjalan dengan baik”, ucap Anita dengan tegas.
Rian mengambil tangan Anita. Menggenggamnya erat tak mau melepaskannya. Seiring dengan angin yang bertiup membawa perahu kertas itu, cinta mereka bertumbuh.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.