"Kau tahu? Aku sudah
mati. Sejak dulu. Sejak mimpi-mimpiku mati. Sejak mereka mengambil alih
kehidupanku."
"Bukankah itu untuk
kebaikanmu sendiri? Mereka ingin kau menjadi 'seseorang'. Kau harus mencoba
untuk memahaminya. Kau pasti bisa."
Aku hanya tertawa getir
mendengar kata-kata itu. Bahkan tak ada seorang pun yang berada di pihakku. Aku
sendiri. Aku tak suka dengan keadaan ini. Andai saja aku bisa kembali ke masa
lalu. Kembali ke masa dulu kala. Saat bahkan aku tak mengerti tujuan hidupku.
Atau saat aku belum dilahirkan mungkin.
“Ah, itu tak akan
terjadi”, desahku.
"Kau harus kuat!
Semuanya akan baik-baik saja!" Dia meyakinkanku.
"Bagaimana aku bisa
yakin, kalau kini pun aku kehilangan arah. Tak ada tujuan. Hidupku hampa. Aku
ingin berteriak. Memaki!!!"
"Lakukan jika bisa
mengurangi bebanmu. Atau kau ingin bersandar di bahuku?"
Aku menggeleng. Tak tahu
harus bagaimana.
Di luar sana, mereka
bergulat dengan kehidupannya sendiri. Bergumul dalam perjuangan mencapai mimpi
mereka sendiri. Sedangkan aku? Aku hanya menerima apa yang telah direncanakan.
Aku membantah, mengutuknya. Tapi tetap saja dilakukan bahkan tanpa
sepengetahuanku. Menarikku dalam pusaran kesemrawutan yang tidak seharusnya aku
ada di situ.
Kulihat sosok yang dari
tadi kuajak bicara. Aku mendekat untuk melihatnya dengan jelas. Wajahnya pucat,
tak ada keceriaan di situ. Tak ada ekspresi apapun. Rambutnya memanjang tak
karuan. Rambut-rambut halus mulai meliar di wajahnya yang pias. Saat kutatap
matanya, aku tahu tatapan siapa itu. Aku tahu sosok siapa itu. Ya, sosok diriku
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.