>

Selasa, 15 April 2014

Broken Dreams


"Kau tahu? Aku sudah mati. Sejak dulu. Sejak mimpi-mimpiku mati. Sejak mereka mengambil alih kehidupanku."
"Bukankah itu untuk kebaikanmu sendiri? Mereka ingin kau menjadi 'seseorang'. Kau harus mencoba untuk memahaminya. Kau pasti bisa."
Aku hanya tertawa getir mendengar kata-kata itu. Bahkan tak ada seorang pun yang berada di pihakku. Aku sendiri. Aku tak suka dengan keadaan ini. Andai saja aku bisa kembali ke masa lalu. Kembali ke masa dulu kala. Saat bahkan aku tak mengerti tujuan hidupku. Atau saat aku belum dilahirkan mungkin.
Ah, itu tak akan terjadi, desahku.
"Kau harus kuat! Semuanya akan baik-baik saja!" Dia meyakinkanku.
"Bagaimana aku bisa yakin, kalau kini pun aku kehilangan arah. Tak ada tujuan. Hidupku hampa. Aku ingin berteriak. Memaki!!!"
"Lakukan jika bisa mengurangi bebanmu. Atau kau ingin bersandar di bahuku?"
Aku menggeleng. Tak tahu harus bagaimana.
Di luar sana, mereka bergulat dengan kehidupannya sendiri. Bergumul dalam perjuangan mencapai mimpi mereka sendiri. Sedangkan aku? Aku hanya menerima apa yang telah direncanakan. Aku membantah, mengutuknya. Tapi tetap saja dilakukan bahkan tanpa sepengetahuanku. Menarikku dalam pusaran kesemrawutan yang tidak seharusnya aku ada di situ.

Kulihat sosok yang dari tadi kuajak bicara. Aku mendekat untuk melihatnya dengan jelas. Wajahnya pucat, tak ada keceriaan di situ. Tak ada ekspresi apapun. Rambutnya memanjang tak karuan. Rambut-rambut halus mulai meliar di wajahnya yang pias. Saat kutatap matanya, aku tahu tatapan siapa itu. Aku tahu sosok siapa itu. Ya, sosok diriku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.