>

Kamis, 13 Februari 2014

Fireworks


Fireworks
"Kelak taburkan abuku di luasnya semesta. Agar aku menyatu dengannya."
"Iya, Sayang. Abuku juga. Dan kelak kita akan menjadi satu. Menjadi partikel debu...."
"Sederhanakan? Aku tak akan menunggumu di pintu surga atau pintu neraka, karena aku tak percaya....", kata Daniel bersemangat.
"Sudahlah, Sayang..., tak baik ngomong kayak gini. Lebih baik kita pulang!" Ajak Joash.
"Sebentar..., Kita belum melihat kembang api. Kau ingat tujuan kita ke sini kan?" "Iya, Dan...."
"Mulai deh panggil nama, aku gak suka kalau kayak gitu!" sungut Daniel. "Sayang..., gak boleh ngambek ntar jelek!" Tangan Joash yang jail mulai beraksi menggelitiki Daniel.
Tawa memenuhi malam itu. Semilir angin pantai bertiup dingin menerpa tubuh dua lelaki itu. Celotehan dari keramaian di pantai ini menghiasi malam perayaan tahun baru.
"Sayang, lihat ke langit!" perintah Daniel.
"Indah. Penuh warna. Aku ingin seperti mereka. Menghiasi langit dengan warnanya," decak Joash.
"Setiap manusia memiliki warnanya sendiri. Seperti kita, dan tak perlu kita merubahnya," kata Daniel.
Joash menaikkan alisnya. Kerutan muncul di dahinya. Heran. Tak pernah sekalipun Daniel berkata seperti itu. Dingin malam tak mereka rasakan. Kehangatan cinta mengalahkannya.
"Kau suka, Sayang?"
"Lebih dari suka. Bukan karena kembang api itu. Tapi karenamu. Bersamamu." Daniel memeluk Aldy dengan erat. Seakan tidak mau kehilangan Joash.
"Kita tak akan pernah terpisah. Karena cinta tak pernah gagal menyatukan dua insan yang diikatnya," tutur Daniel.
"Aku mencintaimu. Dulu. Kini dan esok," bisik Joash. Bunyi terompet mengisi telinga Joash dan Daniel. Memekakan telinga namun tak menghalangi kedua insan itu untuk mendengar bahasa cinta di antara keduanya. Setelah menyaksikan pertunjukan kembang api, mereka pun pulang ke apartemen.
***
Malam kembali menyapa Manila. Ribuan lampu dari gedung-gedung yang nyaris menyentuh langit menghiasi pekatnya malam. Bintang seakan tak mampu menyaingi lampu-lampu itu. Daniel bersiap untuk bekerja. Setidaknya itulah sebutannya. Meski sebenarnya tak layak disebut pekerjaan. Sedangkan Joash tengah sibuk mengerjakan tugas kuliahnya. Sebuah setelan kemeja rapi melekat di tubuh Daniel yang atletis. Sesekali ia merapikan rambut spikenya. Daniel melihat bayangannya di cermin. Sempurna. Wajahnya terukir dengan rupawan, mata coklat yang tajam, hidung yang mancung menambah ketampanannya. Kulitnya yang coklat terkena lampu di dekat cermin yang menambah keeksotisannya.
"Aku harap kau tak akan melakukan hal ini setiap malam. Aku akan mencari informasi pekerjaan yang lebih baik," ucap Joash saat melihat Daniel tengah berdandan.
"Sudahlah, Sayang. Kau tak usah khawatir." Daniel menyentuh pundak Joash untuk menenangkannya.
"Bagaimana aku bisa tenang, kalau kau selalu ke tempat yang tak aman itu," batin Joash. Selengkung senyum menghiasi wajah Joash yang putih. Tanpa banyak bicara Joash mengantarkan Daniel sampai ke pintu dan berharap dia akan kembali dengan utuh.
***
Lampu remang-remang dan berkelip-kelip menghiasi tempat Daniel berada sekarang. Suara musik yang bergema mengisi ruang dengarnya. Hidungnya tak luput mencium bau alkohol dan rokok yang menyengat. Puluhan lelaki tengah asyik menari mengikuti irama musik. Beberapa dari mereka tampak tak sadar, dikuasai alkohol. Pemandangan seperti itu tak asing lagi untuk Daniel. Semuanya tampak biasa. Setelah sampai di ruang ganti Daniel melepas semua pakaiannya. Hanya meninggalkan celana dalam yang membungkus bagian intimnya.
Dia sudah siap untuk menari di sebuah panggung di tengah bar ini. Daniel memandang wajah teman-temannya, tak ada beban di wajah mereka, pun dengan dirinya. Satu persatu para penari itu keluar dari ruang ganti dan menari dengan liarnya di tengah-tengah panggung. Puluhan pasang mata lelaki tak berkedip melihat aksi mereka.
Malam semakin larut, suasana bar semakin panas. Tiba giliran Daniel. Bintang dari pertunjukan ini. Daniel meliuk-liukan tubuhnya mengikuti irama musik. Sesekali tangannya dimasukkan ke dalam celana dalam. Menciptakan gerakan erotis yang memancing birahi. Rekan-rekan Daniel pun melakukan hal yang sama. Peluh yang menetes di tubuh-tubuh atletis itu semakin membakar nafsu penontonnya. Beberapa penonton mulai masuk ke panggung dengan nakalnya mereka memasukkan lembaran-lembaran uang ke dalam celana dalam para penari.
Seorang lelaki muda yang bertampang bengis mendekati Daniel. Sorot matanya menatap Daniel tajam. Dia menginginkannya. Daniel tak menggubrisnya saat dia mulai memegang-megang tubuhnya dan memasukkan uang ke daerah intimnya. Seulas senyum terukir di wajah Joel saat Daniel menatapnya. Kebengisan itu luntur digantikan wajah yang tampan khas lelaki kulit putih.
"Kau mau bersamaku malam ini?" tanya Joel.
Daniel tak menjawab dan tetap menari.
"Aku akan membayarmu tinggi," bisik Joel hampir mengenai wajah Daniel. Daniel tersenyum, tidak memberi jawaban.
Satu persatu penari itu meninggalkan panggung bersama para lelaki yang akan membayar mereka. Daniel berjalan menuju ruang ganti sendirian. Tak terima dengan perlakuan Daniel, Joel pun mengikuti Daniel dari belakang. Mata Joel tak berkedip sama sekali saat melihat Daniel melepaskan celana dalamnya. Memunguti uang yang terselip di dalamnya. Daniel membiarkan setiap bagian tubuhnya terekspos. Tangannya sibuk mengelap keringat. Joel semakin terbakar dengan nafsu. Daniel mengambil ponselnya di loker. Dia melihat sebuah pesan terpampang. Dari Joash. Daniel kemudian menelpon Joash.
"Belum tidur, Sayang?"
"Nungguin kamu pulang. Baru bisa tidur."
"Pasti kangen ya?"
 "Aku tak perlu menjawab. Kau pasti tahu jawabannya."
"Iyah, bentar lagi pulang. Ini mau ganti baju. Sudah dulu ya.... Bye....."
Joel mendekati Daniel yang sedang memakai celana. Menyerangnya dari belakang. Kontan saja Daniel tak siap dengan serangan tiba-tiba. Daniel bersiap untuk berdiri dan mengepalkan tinjunya. Namun meleset. Joel menangkasnya. Daniel terpojok tak ada orang lain selain mereka berdua. Tubuh Joel lebih besar darinya. Tenaganya telah terkuras di panggung. Dengan kasar Joel menarik tubuh Daniel dan menempelkannya ke tembok. Nafas Joel terdengar dengan keras. Memburu setiap lekukan tubuh Daniel. Tangannya mulai melepaskan bajunya. Sedangkan kakinya mengunci kepala Daniel. Daniel tak bisa berbuat banyak dengan keadaan seperti ini. Sebuah pistol di keluarkan Joel dari balik bajunya. Disuruhnya Daniel berdiri dan memaksanya untuk melepaskan celananya kembali. Di bawah todongan pistol Daniel mulai menelanjangi dirinya. Setelah puas melihat Daniel bugil, Joel menyuruh Daniel untuk melepaskan celananya. Dengan terpaksa di bawah todongan pistol dilucutinya semua yang menempel di tubuh bagian bawah Joel. Joel mencium Daniel dengan kasar. Melumat bibirnya seakan esok tak akan datang. Daniel hanya bisa tergeletak pasrah. Desisan nafas Joel membuat Daniel mual. Wajah bengis itu kembali. Suara ponsel dari loker terdengar.
"Itu pasti dari Joash," batin Daniel.
 Joel melepaskan pistol dari genggamannya. Meletakkannya di sebuah meja dekat loker. Joel mendekatkan kemaluannya ke muka Daniel. Daniel tercengang.
"Aku harus melawannya. Aku tak bisa seperti ini!!" tekadnya dalam hati. Daniel mulai mendekatkan wajahnya ke kejantanan Joel. Sambil berharap ada kesempatan untuk berbuat sesuatu. Joel hanya memejamkan mata saat merasakan hangat nafas Daniel mendekati bagian intimnya. Daniel terperanjat mendapati sebuah balok kayu di bawah meja di dekatnya. Dia ingat betul balok kayu yang sering digunakan untuk memukul binatang pengerat di tempat itu. Dengan cekatan Daniel mengambil balok itu dan "Braakkkk" balok kayu itu mengenai kepala Joel.
Dengan segera Daniel berdiri dan tergesa-gesa memakai celana. Tak ada pilihan yang terdekat dengannya hanyalah celana dalamnya.
"Awas kau!" kata Joel lemah. Daniel segera berlari keluar dari bar. Keadaan sudah sepi tak seperti tadi lagi. Daniel berlari dan terus berlari. Setelah dirasa cukup jauh Daniel duduk untuk mengatur nafasnya. Dia tak peduli dengan apa yang dikenakannya sekarang. Dia hanya ingin pergi dari Joel dan cepat pulang ke apartemen. Daniel menghentikan sebuah taksi yang melintas di depannya. Tak menghiraukan komentar supirnya. Joel kini tengah terbangun dan memakai bajunya. Joel meracau. Sumpah serapah keluar dari mulutnya. Dia beniat untuk menghabisi Joel.
***
Sesampainya di depan apartemen Daniel dengan cepat menggedor pintu. Joash terkejut dengan keadaan Daniel. Daniel hanya menyuruh Joash untuk membayar taksi. Joash menatap Daniel penuh tanya. Lelaki itu tengah terduduk lesu di atas kasur. Joash mendekati Daniel. Memeluk Daniel. Daniel masih diam dan menguatkan pelukannya.
"Kau bisa diam dulu kalau kau mau. Tenangkan pikiranmu dulu," kata Joash sambil mengusap kepala Daniel.
Detik ini tak ada kata yang terucap dari mulut Daniel seiring tertidurnya Daniel di pelukan Joash. Semua rasa khawatir Joash terjawab sudah. Telpon yang tak diangkat dan kepulangannya dengan keadaan seperti ini.
***
Hari masih gelap saat Daniel membangunkan Joash. Joash masih saja tertidur dengan pulas. Daniel pun bangun dan menuju kamar mandi. Setelah mandi Daniel mulai mengemasi pakaian mereka. Joash tak tahu apa yang sedang direncanakan Daniel. Daniel menyuruh Joash untuk segera mandi dan siap-siap.
"Kita harus pergi dari sini. Sudah tidak aman untuk kita," kata Daniel dengan ekspresi serius.
"Tapi ke mana? Ada apa?"
 "Ke rumahku. Akan kuberi tahu nanti."
Mentari baru saja muncul saat mereka menaiki bus. Selama perjalanan menuju daerah pinggiran Manila tempat asal Daniel. Daniel menceritakan apa yang terjadi semalam. Joash hanya bisa mendengarkan, air mata hampir saja menetes. Tapi Daniel menyekanya lebih dulu.
***
"Akan kucari kau Daniel! Selama aku belum bisa merasakanmu aku tak akan melepaskanmu! kata Joel marah.
"Apartemennya kosong, Bos!" ucap anak buahnya.
"Brengsek!!! Mereka pasti sudah kabur!" umpat Joel.
"Kami akan mencari informasi tentang mereka, Bos!"
"Lakukan dengan cepat!' Joel menatap kosong kantornya. Emosinya tak terkontrol.
***
"Kau yakin Joel tak bisa menemukan kita?"
"Aku harap begitu Joash."
"Ada memar di punggungmu. Kau yakin kau baik-baik saja?"
 "Ini hanya memar. Tak usah mengkhawatirkannya. Aku lebih khawatir kalau aku kehilanganmu...."
"Tak akan. Aku akan selalu bersamamu."
Sebuah kecupan mendarat di kening Daniel. Mendamaikan suasana hati mereka.

To be continued….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.