>

Selasa, 24 Juni 2014

Resensi Antologi “Andai Bisa Kuusap Dukamu”

Judul Buku                                           : Andai Bisa Kuusap Dukamu
Penulis                                                 : Patrich Specla, dkk.
Penerbit                                               : AE Publishing
Kota Terbit                                          : Malang
Tahun Terbit                                         : April 2014
ISBN                                                   : 978-602-7748-88-0


Buku antologi cerpen yang berjudul “Andai Bisa Kuusap Dukamu” ini merupakan kumpulan cerpen para pemenang event cerpen perdana yang diadakan oleh Remaja Pecinta Dunia Tulis Menulis sebuah grup kepenulisan yang aktif di facebook. Buku kumpulan cerpen ini ditulis oleh 17 penulis yang pastinya memiliki gaya kepenulisan yang berbeda ada yang ngepop ada juga yang nyastra. Cerpen-cerpen dalam buku ini antara lain; Andai Bisa Kuusap Dukamu, Just Trust Me!, Sekotak Sepi, Kau Matahariku, Perempuan Daun,  Laki-laki dalam Sangkar,  Pelangi Patria, Me, You, and Rain, Taman Tercinta Dewi, The Rain Counter, Subuh Terakhir Ayah, Segenggam Cinta di Ujung Pantai, Terlambat,  Hanya untuk Dilupakan,  Percaya dan Jalani Semua,  Sekelumit Cerita Awal Januari,  Lukisan Indah Hijriah.
Secara tema buku antologi cerpen ini memuat tema yang cukup beragam seperti, cinta, keluarga dan persahabatan. Tema-tema yang berbeda ini tentu saja memberikan nilai tersendiri bagi pembaca yang ingin membaca cerpen beragam dalam satu buku. Tapi, tema yang mendominasi adalah tema cinta. Selain itu yang membuat buku ini sulit dinikmati adalah masih ada banyaknya typo dan cerpen yang flat. Untuk hal tersebut mungkin bisa dimaklumi, namanya saja proyek indie.
Di antara 17 cerpen di buku ini, ada tiga yang menurut saya paling menarik. Ketiga cerpen itu adalah Andai Bisa Kuusap Dukamu, The Rain Counter, dan Subuh Terakhir Ayah.
Cerpen pertama Andai Bisa Kuusap Dukamu ditulis oleh Patrich Specla. Cerpen ini bercerita tentang seorang kakak yang kehilangan adik tercintanya untuk selamanya. Si kakak berharap untuk bisa mengusap duka adiknya andai saja dia tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Cerpen kedua The Rain Counter ditulis oleh Arief Mulyanto. Cerpen ini berkisah tentang kisah cinta dari masa anak-anak yang terbawa sampai dewasa. Salah satu tokohnya suka menghitung tetesan air hujan di kaca. Terpisah jarak dan waktu tak menghilangkan cinta itu hingga akhirnya mereka berdua bertemu kembali dalam acara pernikahan.
Cerpen ketiga Subuh Terakhir Ayah ditulis oleh Abdul Hamid. Cerpen ini berkisah tentang seorang anak yang kehilangan ayahnya karena konflik etnis.

Pada akhirnya bisa ditarik kesimpulan bahwa buku ini cukup menghibur, untuk sebuah buku indie yang tentu saja cocok untuk para pembaca yang ingin mencoba membaca buku indie.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.