>

Selasa, 26 Februari 2013

Chapter I


Satu
Aku dan darah
Sayatan-sayatan luka itu masih tampak segar, darah masih menetes dari pergelangan tangan kanan seorang lelaki muda. Tak ada rasa sakit yang tergambar dalam guratan wajahnya, hanya raut kesedihan yang menghiasi parasnya yang tampan. Dia seakan menikmati aroma darah yang menguar diudara. Disebelahnya tergeletak beberapa silet dengan bekas noda darah disetiap ujungnya, Lelaki itu duduk sendiri termenung dan memeluk kedua kakinya. Tatapan matanya tampak nanar pikirannya berkelana jauh kebelakang, mengingat masa lalunya yang kelam. Mendung gelap menggantung diatas langit. Ruangan itu gelap  tanpa cahaya, berteman gelap dan rasa sakit yang tak terasa lagi adalah suatu pelarian yang bisa dia lakukan saat hal-hal buruk terjadi dalam kehidupannya, atau saat trauma masa lalu itu muncul dalam ingatannya.
Hujan mulai turun, jam menunjukkan  pukul 17.00 WIB, hujan kali ini berbeda  dengan biasanya. Angin bertiup dengan kencang, suara petir terdengar menyambar bumi ini dengan keras, seakan menyambar rumah itu dan menyadarkan pemuda itu dari lamunannya. Aku mulai bergerak, senyum kepuasanku muncul di wajahku, ketika aku memandang tetesan darah yang menetes dari pergelangan tanganku. Akupun bangun dan menyalakan lampu kamar, dengan cekatan walaupun sedikit lemas aku mengambil kotak obat dan mulai membersihkan luka dan tak butuh waktu lama untuk mengobati luka itu dan menutupnya dengan perban. Aku begitu terampil dalam memperlakukan luka ini, seakan ini bukanlah yang pertama. Semuanya kembali normal seakan tak ada apapun yang terjadi, wajahku kembali ceria. Hujan tak kunjung berhenti, setelah selesai dengan urusan luka, aku berjalan menuju jendela yang berada di kamarku dan membukanya, kupandangi tetesan air hujan yang membasahi bumi, ku sandarkan tubuhku didepan jendela. Aku menjulurkan tangan kiriku ke luar seakan menadah tetesan air. Hujan seakan menemani diriku ini dalam kesepianku bersaksi atas kesedihan yang aku rasakan. Banyak hal telah terjadi dan tak akan bisa meminta untuk bisa kembali dalam masa-masa itu. Dunia begitu aneh untuk di pahami, atau mungkin aku yang aneh untuk dunia ini.
Ku nikmati aroma hujan ini, aroma yang sangat menarik bagiku, unik dan tak ada duanya. kombinasi antara bau tanah dan apapun yang tercampur dalam air. Aku beranjak dari tempatku berada menuju sebuah meja kecil yang tergeletak disudut kamar. Ku lihat sebuah figura kecil yang usang, didalamnya sebuah potret dari masa laluku terabadikan dan membisu.
Bunda, aku kangen banget, pengen peluk kamu, kakak apa kabar?, Ayah apa kabar? kangen kalian semua, kapan kita bisa bertemu lagi?”
“Kakak, kau tetap akan menjadi anak kesayangan Ayah kan? buktinya saja kau ikut meninggalkan ku bersama Bunda dan Ayah, kenapa aku ditinggalkan sendiri? Aku kesepian”, ujarku dalam hati. Setiap kali aku mentap foto itu, pertanyaan yang sama selalu  muncul dalam benakku.
Butiran air mata meleleh dari sudut matanya, mata yang indah dengan bulu mata yang lentik dan bola mata coklatnya. Aku merintih dalam hati mengingat masa laluku yang tak mungkin bisa ku lupakan. Kini  hanya tinggal aku sendiri bersama memori tentang mereka.
“Drddddddddd!!!!”
Suara getar ponselku membuyarkan sesi nostalgiaku, ku raba saku celanaku, namun tak ku temukan, aku mulai mengarahkan pandanganku kesetiap penjuru, hingga akhirnya ku temukan ponselku tergeletak disebelah kotak obat. Ku lihat layar ponselku, sebuah pesan baru.
Dari: Andre
Elon, kamu dirumah? aku mau kesana, kita keluar yuk...
Untuk: Andre
Aku dirumah, Ndre datang aja.
Pesan terkirim.
Lima belas menit kemudian ku dengar suara pintu rumahku diketok. Aku berjalan dengan enggan ke arah pintu, dengan malas ku buka daun pintu, diluar ku lihat Andre sudah berdiri, sejajar dengan tinggi pintu rumahku, ku cium aroma parfum yang khas selalu dia pakai, kulitnya terlihat kecoklatan, tidak seperti biasanya yang selalu terlihat putih bersih.
“Hai, Elo, apa kabar?” dia menyapaku dengan ramah.
“Seperti inilah, kau bisa lihat sendiri, masuk Ndre”.
Andre sedikit terkejut saat melihatku, matanya seakan tak berkedip saat menemui keadaanku saat ini. Aku mencoba menyembunyikan tangan kananku dari pandangannya.
“Hah, apa-apaan ini, jam berapa sekarang?, lihat dirimu Lon, kau tampak begitu tak teratur, lihat rambutmu berantakan, sejak kapan kau mulai bertelanjang dada dicuaca yang dingin seperti ini, dan kau bahkan menyambutku hanya memakai boxer pendek saja, sungguh tidak sopan”, ucap Andre dengan gayanya yang khas, dengan nada yang memancing tawaku.
“Iya, maaf aku baru saja bangun tidur, jadi seperti inilah, aku bahkan belum sempat mandi”.
“Kalau itu sudah jelas Lon, tercium sangat kuat baunya, hahaha”
“Terserah apa katamu saja Ndre, aku mau mandi dulu, kamu mau nunggu diruang tamu atau dikamarku?”
“Dikamarmu saja ya, aku takut sendirian diruang tamumu yang sepi ini”
“Bukankah rumahku memang sepi, ya sudahlah. Tapi jangan kamu acak-acak ya kamarku”
“Ok, bos!”
****
Andre merebahkan tubuhnya sejenak diatas kasurku, sekedar untuk melemaskan otot-ototnya, kemudian dia bangun dan mulai berjalan mengitari kamarku. Dilihatnya jendela yang masih terbuka dan diapun bergegas menutupnya. Angin dingin masih terasa dari sela-sela jendela yang baru saja ditutup. Tanpa sengaja saat Andre melihat kebawah dia menemukan bekas tetesan darah dilantai yang mulai mengering, tak jauh dari bekas itu dia menemukan sebuah silet dengan bekas yang sama.
“Sebenarnya apa yang terjadi pada Elon?, aku sedikit khawatir dengan keadaanya sekarang, kalau aku tanya pasti dia tidak akan jujur, tapi biarkanlah, lagi pula dia pasti tidak akan mau kalau aku mencampuri urusannya”
“Ndre, kamu kenapa, kok bengong?”
“Gak papa Lon, kamu dah selesai mandinya?”
“Udah, ini mau ganti baju dulu”
Aku berjalan menuju lemari dan memilih pakaian yang akan ku kenakan nanti. Aku masih menutupi lukaku dari pandangan Andre, aku menutupinya dengan handuk, dan aku berharap dia tidak akan mengetahuinya. Kupilih sebuah kaos dengan lengan panjang, yang sangat tepat untuk situasi sekarang, cuaca masih dingin dan tentunya untuk menyembunyikan luka ini.
“Ndre, aku dah siap”
“Owh oke Lon, kenapa pakai celana pendek? Gak sekalian pakai celana panjang, biar pas sama kaosnya gitu?”
“Hmmm, inikan cuma mau nongkrong Ndre, gak perlu pakai yang baju yang formal”
“Gitu tho? kok gak bau wangi sih? Kamu gak pakai parfum?”, tanyanya sambil mendekatkan hidungnya ketubuhku.
“Kamu apa-apan sih Ndre, gak usah pake mengendus-ngendus seperti ini juga bisakan. Aku lupa belum pakai”.
Ku semprotkan parfum ketubuhku seperti permintaan Andre. Aku selalu merasa nyaman saat bersamanya, saat bersamanya aku bisa tertawa lepas karena tingkahnya yang konyol. Dia adalah sahabat baikku, aku mengenalnya saat pertama aku menginjakkan kakiku dibangku kuliah, ya dia adalah teman sekelasku.
“Mau kemana kita?”
“Kamu sudah makan belum?, sepertinya belumkan?”
“Wah tebakanmu seratus persen benar, aku kan menunggu traktiran darimu, aku dah lapar banget nih”
Well, baiklah aku juga belum makan, kita makan dulu ya, setelah itu kita nongkrong didekat kampus”
“Hah... didekat kampus emang gak ada tempat lain?, bagaimana kalau ada yang lihat kita, dikira nanti kita pacaran lagi hehehe”
“Husshh, gak  usah berlebihan disana kan juga banyak yang nongkrong, kita bisa lihat cewe-cewe disana, ok?”
Aku mengangguk, Andre mulai menghidupkan motornya, dan kamipun pergi. Jalanan masih basah, aku masih bisa mencium sisa-sisa hujan sore tadi. Setengah jam kemudian kami telah tiba didekat kampus, motornya Andre menepi dan berhenti disebelah warung nasi goreng.
“Ayo Lon makan dulu”
“Ok, makasih ya Andre yang baik”
“Aku kan memang dari dulu baik, kamu baru nyadar ya?”
“Iya, karena banyaknya kebaikanmu hingga akupun tak sadar, hehehe”
“Udah gak usah mulai ya, aku dah gak tahan ni, dah lapar banget”
“Selamat makan Dreeee”
“Iya Lolon”
Kami menikmati malam ini dengan canda dan tawa, Andre yang memang punya selera humor yang tinggi selalu membuat candaan yang selalu membuatku tertawa sampai perutku sakit. Ketika ada cewek-cewek yang lewat dia mencoba menggoda mereka dan tak jarang aku mendengar makian dari mulut cewek-cewek yang tak terima dengan sikap Andre. Tapi itulah Andre. Aku hanya bisa tersenyum saja saat ada seorang gadis yang menatapku, seakan tatapannya mengisyaratkan betapa gilanya temanku. Tepat jam 12 kami pulang ke rumah, udara semakin dingin, dan untung saja tidak turun hujan.
“Makasih Ndre, kamu hati-hati dijalan ya”
“Ok, good night, see ya tomorrow
Night too”
Aku berjalan menuju kamarku, aku kembali dalam dunia sepiku lagi, kurebahkan tubuhku dikasur dan akupun mulai petualanganku kedunia mimpi, bersama alunan musik malam yang syahdu.
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.