>

Minggu, 25 Mei 2014

Resensi Novel “Teheran dalam Toples”

Judul Buku                                           : Teheran dalam Toples
Penulis                                                 : Aminatul Faizah
Penerbit                                               : Penerbit DIVA Press
Jumlah Halaman                                   : 487 halaman
Kota Terbit                                          : Yogyakarta
Tahun Terbit                                         : September 2012

ISBN                                                   : 978-602-7696-05-1

Teheran dalam Toples berkisah tentang persahabatan, keluarga, cinta dan perpisahan dan pencarian. Mengambil latar di Teheran, Kediri dan Paris, novel ini sangat tebal dan banyak kejutan di dalamnya.
Leila seorang gadis Turki-Indonesia harus pindah ke Teheran saat ayahnya dipindahkan ke kota itu. Leila pada awalnya merasa kesepian dan tak punya teman. Namun, semua itu hilang saat dia bertemu dengan Ali, seorang lelaki kecil yang traumatis. Dia tak mau bicara tapi dia bukan bisu. Setiap hari Leila dan Ali bermain bersama setelah ibunya Ali bekerja dan tinggal dengan kelurga Leila. Ali layaknya sebuah boneka yang bisa dimainkan oleh Leila.
Selain dengan Ali, Leila juga bermain dan bersahabat dengan Khafsah, seorang gadis miskin dan tiga klan Khan: Faris, Ma’arif dan Djalaludin yang pada awalnya sangat mengganggu Leila, Ali dan Khafsah. Mereka semua akhirnya menjalin persahabatan yang erat hingga menimbulkan cinta masa kecil. Semua itu tidak berlangsung lama karena Leila harus pindah ke Indonesia, sesuatu yang sangat diinginkannya, terlebih untuk berkumpul dengan keluarga besarnya.
Takdir membawa Leila ke Teheran lagi setelah ia bekerja di Paris. Pencariannya dimulai untuk menemukan sahabat-sahabatnya. Semuanya ditemukan, tapi banyak hal-hal yang membuatnya sedih saat di Teheran,  Leila juga terlibat dalam cinta yang rumit antara dirinya, Ali dan Faris dewasa. Banyak kesedihan yang dialami Leila saat ia berusaha mengenang Teheran dalam toplesnya.
Membaca novel ini bisa menambah pengetahuan tentang sejarah dan budaya Iran. Tapi bagian yang bercerita di Indonesia tidak menarik dan juga kehidupan dewasa si tokoh terlalu kesepian. Ada yang janggal saat adegan ayahnya Leila yang seorang mualaf yang merupakan  orang Inggris berkebangsaan Turki saat Idul Fitri yang memberikan hadiah pada Leila dan membukanya, di novel ini dikatakan bahwa ayahnya Leila kebarat-baratan. Bukankah sebenarnya ayahnya Leila ini orang barat? Lebih menarik kisah tokoh Leila saat masih kecil. Endingnya juga begitu aneh, karena Ali harus mati tanpa sebab dan si Khafsah mati karena AIDS.
Kesimpulannya novel ini cukup menarik dan banyak nilai-nilai positif yang bisa diambil dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar ya, follow @riefprudence Terima kasih.